Gangguan pada Sistem Ekskresi
1. Diabetes Insipidus
Diabetes insipidus adalah kondisi yang ditandai dengan
selalu merasa haus dan sering buang air kecil dalam jumlah banyak, bahkan
hingga 20 liter dalam sehari. Meski nama dan gejala utamanya mirip dengan
diabetes melitus, kedua kondisi ini sebenarnya sangat berbeda.
Diabetes insipidus dan diabetes melitus sama-sama
menimbulkan gejala sering minum dan sering buang air kecil. Namun, tidak
seperti diabetes melitus, diabetes insipidus tidak terkait dengan kadar gula
dalam darah. Proses munculnya kondisi ini juga tidak terkait dengan pola makan
atau gaya hidup seperti diabetes melitus pada umumnya. Dibandingkan
dengan diabetes melitus, diabetes insipidus merupakan penyakit yang cukup
jarang terjadi.
Diabetes insipidus terjadi akibat gangguan pada hormon
antidiuretik yang membantu mengatur kadar cairan tubuh. Gangguan ini
menyebabkan produksi urine menjadi berlebihan sehingga penderita menjadi sering
buang air kecil dalam jumlah banyak. Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan gangguan pada
hormon antidiuretik adalah kelainan genetik, tumor otak, dan efek samping obat.
Selain itu, diabetes insipidus juga bisa disebabkan oleh gangguan pada ginjal.
Diabetes insipidus ditandai dengan jumlah urine yang
berlebihan. Umumnya, seseorang mengeluarkan 1–2 liter urine atau buang air
kecil 4–7 kali dalam sehari. Namun, pada penderita diabetes insipidus, jumlah
urine yang keluar setiap harinya bisa mencapai 3–20 liter dan buang air kecil
dapat terjadi setiap 15–20 menit.
Pengobatan diabetes insipidus tergantung pada penyebab
dari gangguan hormon yang dialami penderita. Beberapa tindakan yang dapat
dilakukan oleh dokter adalah:
a.
Menyarankan pasien untuk banyak minum
agar terhindar dari dehidrasi
b.
Meresepkan obat-obatan, seperti
desmopressin, vasopressin, atau hydrochlorothiazide
c.
Pasien juga disarankan untuk
menjalani pola makan rendah protein dan rendah garam untuk membantu mengurangi
produksi urine.
d.
Pasien disarankan
untuk selalu minum yang cukup, serta memantau jumlah dan frekuensi urine
sehari-hari.
Pada sebagian besar kasus, diabetes insipidus tidak dapat
dicegah. Terlebih lagi, kondisi ini sering kali berkaitan dengan penyakit lain
yang kejadiannya sulit untuk diperkirakan, seperti kelainan genetik dan tumor. Meski begitu,
pasien tetap dapat mencegah dehidrasi dan mengontrol gejala yang timbul akibat
diabetes insipidus dengan melakukan upaya-upaya berikut:
a.
Mencukupi asupan cairan dengan minum
air putih minimal 2,5 liter per hari
b.
Mengurangi asupan garam dan protein
sesuai saran dokter
c.
Mencuci tangan secara rutin dan
mengonsumsi makanan yang matang untuk menghindari diare
2.
Batu Kandung Kemih
Batu kandung kemih atau bladder calculi
adalah batu yang terbentuk dari endapan mineral di dalam kandung kemih. Jika
batu tersebut menyumbat saluran kemih, dapat timbul nyeri saat buang air kecil
sampai kencing berdarah.
Batu kandung kemih bisa terjadi pada siapa saja, termasuk
anak-anak. Namun, penyakit ini lebih berisiko dialami oleh pria yang berusia di
atas 52 tahun, terutama yang mengalami pembesaran prostat. Prostat yang
membesar bisa mengganggu proses pengosongan kandung kemih sehingga urine
mengkristal dan membentuk batu. Jika tidak segera ditangani, batu kandung kemih
dapat menyebabkan infeksi dan perdarahan.
Batu kandung kemih terjadi ketika kandung kemih tidak
bisa mengeluarkan semua urine yang tertampung di dalamnya. Kondisi tersebut
menyebabkan mineral dalam urine mengendap dan mengeras, kemudian mengkristal
dan menjadi batu di kandung kemih.
Kondisi-kondisi yang dapat memicu terbentuknya batu
kandung kemih adalah:
a.
Peradangan akibat infeksi kandung
kemih
b.
Peradangan akibat terapi radiasi
(radioterapi) di area panggul
c.
Pembesaran prostat
d.
Penggunaan selang kencing (kateter)
e.
Riwayat batu ginjal atau operasi di
kandung kemih
f.
Kantong abnormal yang terbentuk di
dinding kandung kemih (divertikel)
g.
Kandung kemih turun (sistokel)
h.
Penyakit yang dapat merusak saraf
yang berfungsi mengontrol kandung kemih, seperti diabetes, cedera tulang
belakang, dan stroke
Batu kandung kemih juga dapat dipicu oleh dehidrasi
berkepanjangan, kekurangan vitamin A atau vitamin B. Sering mengonsumsi makanan
berlemak, manis, atau tinggi garam, juga dapat menyebabkan batu kandung kemih.
Batu kandung kemih bisa saja tidak menimbulkan keluhan
atau gejala apa pun. Namun, lama-lama batu yang terbentuk dapat menyumbat
saluran urine atau melukai dinding kandung kemih.
Gejala yang umum terjadi akibat batu kandung kemih
adalah:
a.
Nyeri dan sensasi terbakar saat buang
air kecil
b.
Urine berdarah (hematuria)
c.
Urine lebih pekat dan gelap
d.
Sulit buang air kecil
e.
Buang air kecil tidak lancar atau
tersendat
f.
Nyeri di penis jika terjadi pada pria
g.
Nyeri di perut bagian bawah
h.
Sering merasa ingin buang air kecil,
terutama pada malam hari
i.
Sering mengompol jika terjadi pada
anak-anak
Pengobatan batu kandung kemih tergantung pada ukuran
batu. Jika batu kandung kemih berukuran kecil, dokter biasanya akan menyarankan
pasien untuk minum air putih lebih banyak. Tujuannya adalah agar batu kandung
kemih larut dan keluar bersama urine. Namun, jika ukuran batu cukup besar, dokter akan
melakukan beberapa metode pengobatan berikut untuk mengeluarkan batu kandung
kemih:
a. Cystolitholapaxy
Pada prosedur ini,
dokter akan memasukkan selang berkamera yang disebut sistoskop ke dalam kandung
kemih pasien. Sistoskop tersebut disambungkan dengan alat khusus yang dapat
menghancurkan batu hingga menjadi kepingan kecil.
b.
Operasi
Dokter akan
melakukan bedah terbuka jika ukuran batu kandung kemih terlalu besar atau keras
sehingga tidak bisa dikeluarkan dengan cystolitholapaxy.
Batu kandung kemih merupakan kondisi yang sulit dicegah.
Namun, ada beberapa upaya yang bisa dilakukan untuk menurunkan risiko terkena
batu kandung kemih, seperti:
a.
Memperbanyak minum air putih, yaitu
2–3 liter, atau sekitar 8 gelas per hari
b.
Membatasi konsumsi makanan yang
tinggi lemak, gula, dan garam
c.
Menghindari kebiasaan menahan buang
air kecil
d.
Menjalani pemeriksaan rutin ke dokter
jika menderita penyakit yang bisa meningkatkan risiko terjadinya batu kandung
kemih, seperti pembesaran prostat, diabetes, dan stroke
3.
Hepatitis
Hepatitis adalah peradangan pada hati atau liver. Kondisi
ini bisa disebabkan oleh berbagai hal, mulai dari infeksi virus, kebiasaan mengonsumsi
alkohol, penggunaan obat-obatan tertentu, penyakit autoimun, dan infeksi cacing
hati. Jika disebabkan oleh infeksi virus, hepatitis bisa menular ke orang lain.
Hepatitis ditandai dengan gejala berupa demam, nyeri
sendi, sakit perut, dan penyakit kuning. Kondisi ini bisa berlangsung selama 6
bulan (akut) atau lebih dari 6 bulan (kronis). Jika tidak ditangani dengan baik,
hepatitis dapat menimbulkan komplikasi, seperti gagal hati, sirosis, hepatitis
fulminan, atau kanker hati (hepatocellular carcinoma).
Ada berbagai hal yang dapat menyebabkan hepatitis, mulai
dari infeksi virus, kecanduan minuman beralkohol, penggunaan obat-obatan
tertentu, penyakit autoimun, dan infeksi cacing hati.
Berikut
adalah penjelasan dari masing-masing penyebab hepatitis:
a.
Hepatitis A
Hepatitis A
disebabkan oleh infeksi virus hepatitis A (HAV). Penularan jenis hepatitis ini
dapat terjadi melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi virus hepatitis
A.
b.
Hepatitis B
Jenis hepatitis
ini disebabkan oleh infeksi virus hepatitis B (HBV). Hepatitis B dapat
ditularkan melalui hubungan seksual tanpa alat pengaman dan transfusi darah.
Pada kasus yang jarang terjadi, ibu hamil yang terinfeksi virus hepatitis B
bisa menularkan virus ini ke janinnya.
c.
Hepatitis C
Hepatitis C disebabkan
oleh infeksi virus hepatitis C (HCV). Penularan hepatitis C dapat melalui
hubungan seksual tanpa kondom atau penggunaan jarum suntik yang tidak steril. Sama seperti
hepatitis B, virus ini bisa menular dari ibu yang terinfeksi hepatitis C ke
janinnya.
d.
Hepatitis D
Hepatitis D adalah
peradangan hati akibat infeksi virus hepatitis D (HDV). Jenis hepatitis ini
jarang terjadi, tetapi bisa menimbulkan masalah kesehatan yang serius. Seseorang bisa
tertular hepatitis D bila memiliki riwayat penyakit hepatitis B. Penularan
virus ini bisa melalui penggunaan jarum suntik yang tidak steril atau transfusi
darah.
e.
Hepatitis E
Hepatitis E
disebabkan oleh infeksi virus hepatitis E (HEV). Hepatitis E ditularkan melalui
air atau makanan yang terkontaminasi virus ini. Oleh karena itu, hepatitis E
mudah menular di lingkungan dengan sanitasi yang buruk.
f.
Hepatitis akibat kecanduan alkohol
Mengonsumsi
minuman beralkohol secara berlebihan bisa menyebabkan peradangan pada hati dan
menimbulkan kerusakan permanen pada sel-sel hati. Hal ini tentu mengganggu
fungsi hati. Jika tidak ditangani, kondisi ini dapat berkembang menjadi gagal
hati dan sirosis.
g.
Hepatitis akibat obat-obatan tertentu
Jenis hepatitis
yang juga disebut toxic hepatitis ini terjadi akibat konsumsi obat-obatan tertentu
yang melebihi dosis. Hati bisa mengalami peradangan atau rusak karena bekerja
terlalu keras dalam memecah obat-obatan tersebut.
h.
Hepatitis akibat penyakit autoimun
Pada hepatitis
yang disebabkan oleh penyakit autoimun, sistem imun tubuh secara keliru
menyerang sel-sel hati sehingga menimbulkan peradangan dan kerusakan hati.
i.
Hepatitis akibat cacing hati
Peradangan hati
juga bisa terjadi akibat infeksi cacing hati, yaitu opisthorchiidae dan
fasciolidae. Salah satu spesies cacing hati jenis opisthorchiidae yang paling
sering menyebabkan infeksi adalah Clonorchis. Seseorang bisa terkena jenis
hepatitis ini bila mengonsumsi makanan yang dimasak tidak matang dan
terkontaminasi larva cacing hati tersebut.
j.
Hepatitis akut yang tidak diketahui
penyebabnya
Selain yang
disebutkan di atas, ada juga jenis yang disebut hepatitis akut misterius.
Hepatitis ini tidak diketahui penyebabnya, tetapi terdapat dugaan penyakit ini
terkait dengan Adenovirus dan SARS-CoV-2. Hepatitis akut misterius menyerang anak-anak berusia 1 bulan
hingga 16 tahun. Di Indonesia, sampai 5 Mei 2022, diketahui sudah ada tiga anak
yang meninggal dunia diduga akibat mengidap hepatitis pada anak yang akut dan
misterius ini
Penderita hepatitis biasanya tidak merasakan gejala
sampai beberapa minggu atau telah terjadi gangguan fungsi hati. Pada penderita
hepatitis akibat infeksi virus, gejala akan muncul setelah masa inkubasi, yakni
sekitar 2 minggu sampai 6 bulan.
Gejala umum yang muncul pada penderita hepatitis adalah:
a.
Mual dan muntah
b.
Demam
c.
Mudah lelah
d.
Feses berwarna pucat
e.
Urine berwarna gelap
f.
Nyeri perut
g.
Nyeri sendi
h.
Kehilangan nafsu makan
i.
Penyakit kuning
j.
Penurunan berat badan
Pengobatan hepatitis disesuaikan dengan jenis hepatitis
dan tingkat keparahannya. Metode pengobatan untuk hepatitis yang dapat
dilakukan meliputi pemberian obat-obatan dan transplantasi hati. Berikut adalah
penjelasannya:
a.
Obat interferon
Beberapa jenis
hepatitis akibat infeksi virus bisa sembuh dengan sendirinya. Namun, pemberian
obat-obatan perlu dilakukan untuk menghentikan penyebaran virus dan mencegah
kerusakan hati lebih lanjut. Jenis obat yang diresepkan oleh dokter adalah interferon,
yang biasanya diberikan melalui suntikan setiap minggu selama 6 bulan.
b.
Obat imunosupresan
Untuk mengatasi
hepatitis akibat penyakit autoimun, dokter dapat memberikan obat imunosupresan,
terutama kortikosteroid, seperti prednisone dan budesonide. Selain itu, pasien
juga dapat diberikan obat azathioprine, mycophenolate, tacrolimus, dan
cyclosporin.
c.
Obat antivirus
Pada beberapa
kondisi, misalnya pada hepatitis B atau hepatitis C kronis, dokter juga bisa
memberikan obat antivirus, seperti entecavir, ribavirin, atau tenofovir.
Obat-obatan tersebut bisa menghambat pertumbuhan dan perkembangan virus dengan
mekanisme yang berbeda-beda.
d.
Obat cacing hati
Pada penderita
hepatitis yang disebabkan oleh cacing hati, pemberian obat-obatan disesuaikan
dengan jenis cacing menginfeksi hati. Obat-obatan tersebut meliputi:
1)
Praziquantel atau albendazole, untuk
clonorchiasis
2)
Triclablendazole dan possibly nitazoxanide,
untuk fascioliasis
e.
Transplantasi hati
Bila hepatitis
sudah menyebabkan kerusakan hati yang berat, dokter akan merekomendasikan
tindakan transplantasi hati. Melalui prosedur ini, organ hati pasien yang rusak
akan diganti dengan organ hati yang sehat dari pendonor.
Selain penanganan
di atas, penderita hepatitis akibat penggunaan obat-obatan tertentu perlu
menghentikan konsumsi obat-obatan tersebut.
Risiko terjadinya hepatitis dapat diturunkan dengan
melakukan beberapa upaya berikut:
a.
Mencuci tangan dengan air mengalir
dan sabun secara rutin, terutama setelah beraktivitas di luar ruangan dan
sebelum menyentuh makanan
b.
Melakukan hubungan seksual yang aman,
seperti dengan satu pasangan atau menggunakan kondom
c.
Tidak berbagi penggunaan
barang-barang pribadi, seperti alat cukur atau sikat gigi
d.
Mengonsumsi makanan bergizi seimbang,
berolahraga, dan beristirahat yang cukup
e.
Tidak mengonsumsi minuman beralkohol
dan tidak menggunakan NAPZA
f.
Tidak mengonsumsi makanan mentah dan
air minum yang tidak terjamin kebersihannya
g.
Melakukan vaksinasi hepatitis sesuai
jadwal yang diberikan oleh dokter
h.
Untuk mencegah hepatitis akut
misterius, pastikan anak Anda rutin mencuci tangan dengan sabun dan air
mengalir, mengonsumsi makanan yang dimasak hingga matang, tidak berbagi alat
makan bersama dengan orang lain, dan menghindari kontak dengan orang sakit.
Komentar
Posting Komentar